Al-Qasiy (Si Ber-Hati Keras)


Al-Qasiy (al-Qasiyah) bukanlah nama orang. Al-Qasiy adalah sebutan bagi seseorang yang berhati keras. Maksud hati keras di sini bukanlah hati yang memiliki pendirian teguh, tidak cepat berputus asa, bukan pula hati yang mengandung tekad kuat dan tak akan berhenti bekerja sebelum cita-citanya tercapai. Tetapi al-Qasiy di sini adalah sebutan bagi seseorang yang berhati menyerupai batu.

Seseorang yang berhati menyerupai batu selalu diidentikkan dengan orang yang  tidak berperasaan atau tidak berbelas kasihan. Oleh karenanya seseorang yang dengan enteng mengabaikan penderitaan orang atau makhluk lain, sering dikatakan sebagai orang yang berhati keras, membatu. Demikian pula orang yang begitu tega menyakiti, bahkan melenyapkan nyawa orang atau makhluk lain.

Sebab itu pula al-Qasiy sering disamakan dengan hati yang bengis, hati yang gelap, atau hati yang kaku. Dari istilah ini kita menjadi teringat akan firman Allah di beberapa ayat al-Qur’an. Pada surat al-Baqarah ayat 74, Allah menyatakan: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu bahkan lebih keras lagi”.

Ayat ini terkait dengan ayat-ayat sebelumnya yang mengisahkan tentang peristiwa penyembelihan sapi betina di zaman Nabi Musa. Dengan sebagian anggota tubuh sapi itu, Nabi Musa “dapat” menghidupkan kembali seseorang yang telah mati, yang kemudian menerangkan siapa orang yang membunuhnya. Meski hal ini menjadi pertanda kekuasaan Allah, nyatanya sebagian Bani Israil tetap berhati batu.

Di dalam surat al-An’am ayat 43, Allah kembali menggunakan istilah ini. Firman-Nya: “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan”.

Dikaitkan dengan ayat sebelumnya, kita segera mengerti bahwa penggunaan istilah “hati batu” oleh Allah pada ayat ini ditujukan kepada mereka yang tidak mau memahami keadaan umat terdahulu yang disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan dan kemelaratan.

Dengan kata lain, kendati Allah telah berkali-kali mengutus Rasul, lalu menimpakan siksa pedih kepada umat mereka lantaran mengabaikan ajaran para Rasul, toh sejarah yang seperti itu tak cukup mempan bagi umat di masa-masa berikutnya untuk menjadi generasi yang tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah.

Di semua ayat itu Allah menggunakan kata qasat untuk menyebutkan keadaan hati yang telah mengeras atau membatu. Hal yang sama diulang kembali pada surat az-Zumar ayat 22 dan al-Hadiid ayat 16. Kesemuanya sama, ayat-ayat di atas menunjukkan hilangnya perasaan, dan berubahnya hati menjadi kaku dan beku pada banyak generasi.

Dalam keadaan hati seperti ini, bukti kekuasaan Allah sekuat apa pun, siksa Allah sepedih apa pun, dan rahmat Allah senikmat apa pun, tak cukup mampu mengubah hati menjadi cair.

Qasiyyah atau keras hati, merupakan salah satu sisi dari penyakit hati yang membahayakan. Qasiyyah ini pula yang akan membawa seseorang tumbuh menjadi ketus, berkepala batu, atau berhati beku. Dr. Nashir bin Sulaiman al-Umar menyebut kebodohan sebagai penyebabnya. Kebodohan seseorang pada tingkatnya yang gawat, memang dengan mudah membawa si empunya menolak segala kebenaran, sekali pun kebenaran itu disertai bukti-bukti kuat.

Selain itu, kesukaan pada fitnah, syahwat, maksiat, syubhat, dan lalai berdzikir kepada Allah, merupakan hal-hal lain yang patut dicurigai dan harus diwaspadai. Demikian pula hawa nafsu, pergaulan yang buruk, kesukaan memakan riba dan suap, memandang kepada yang diharamkan Allah, ghibah dan namimah (adu domba), kesibukan dunia dan menjadikan dunia sebagai cita-citanya.

Sumber:
Oleh Yusuf A. Hasan (Suara Muhammadiyah, edisi 08/2002)

Comments