Al-Masur bin Mukhramah, anak saudara Abu Jahal, anak dari saudari perempuannya, bertanya kepada Abu Jahal tentang peribadi Muhammad bin Abdullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, "Wahai pamanku, apakah kalian menuduh Muhammad itu berdusta sebelum beliau mengatakan apa yang dia katakan sekarang ini -yakni risalah kenabian-? "
"Wahai anak saudaraku, demi Allah! Sungguh sewaktu Muhammad masih seorang pemuda, ia diberi gelaran al-amin (yang dipercayai) di tengah-tengah kami. Kami sama sekali tak pernah cuba menyebutnya berdusta. ", Kata Abu Jahal.
Anak saudaranya kembali bertanya, "Wahai pakcik, mengapa kalian tidak mengikutinya?"
Abu Jahal menjawab, "Wahai anak saudarku, kami dan Bani Hashim selalu bersaing dalam masalah kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga memberi makanan. Jika mereka menjamu dengan minuman, kami juga demikian. Jika mereka memberi perlindungan, kami juga melakukannya. Sampai-sampai kami sama-sama duduk di atas haiwan tunggangan untuk berperang, kami (dan Bani Hasyim) sama dalam kemuliaan. Kemudian mereka berkata, " 'Di kalangan kami ada seorang Nabi (Muhammad shallallahu' alaihi wa sallam) '. Pada bila-bila kabilahku boleh menyamai kemuliaan ini?
Inilah alasan Abu Jahal menolak beriman. Bukan kerana Muhammad bin Abdullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu berdusta. Tapi yang menghalangnya adalah kesombongan. Jika dia beriman, bererti kabilahnya kalah dalam kemuliaan. Kabilahnya kalah gengsi dengan Bani Hashim. Dan di zaman sekarang, alasan ini pula yang menjadi latar belakang seseorang menolak kebenaran.
Di hari Perang Badar, al-Akhnas bin Syuraiq bertanya kepada Abu Jahal, "Abul Hakam (sebutan Abu Jahal di tengah kafir Quraisy), beritahu aku tentang Muhammad. Apakah ia orang yang jujur atau pendusta? Kerana di sini tak ada seorang Quraisy pun selain aku dan engkau yang mendengar pembicaraan kita. "
Abu Jahal menjawab, "Celaka engkau! Demi Allah, sungguh Muhammad itu seorang yang jujur. Dia sama sekali tak pernah berbohong. Tapi, kalau anak-anak Qushay dengan al-liwa '(mengatur urusan perang), hijabah (memegang kunci Kaabah dan pengaturannya), Siqayah (memberi jamaah haji minum), dan juga nubuwwah (kenabian), Quraisy yang lain kebagian apa? "(Ibnul Qayyim, Hidayatul Hayara, Hal: 50-51).
Kisah ini dinukil dari kitab Wa Syahida syahidun min ahliha oleh Raghib as-Sirjani.
Comments