Kisah Bijak Para Sufi: Orang yang 'Menyedari' Kematian


Konon, ada seorang tokoh darwis yang berangkat mengadakan perjalanan melalui laut. Ketika penumpang-penumpang lain memasuki perahu satu demi satu, mereka melihatnya dan sebagai lazimnya, mereka pun meminta nasihat kepadanya.

Apa yang dilakukan semua darwis tentu sama sahaja, yakni memberi tahu orang-orang itu hal yang itu-itu juga. Darwis itu tampaknya mengulangi saja salah satu rumusan yang menjadi perhatian para darwis sepanjang masa.

Rumusan itu adalah: "Cubalah menyedari maut, sampai kau tahu maut itu apa." Hanya beberapa penumpang saja yang secara khusus tertarik akan peringatan itu.



Mendadak ada angin taufan menderu. Anak buah kapal mahupun penumpang semuanya berlutut, memohon agar Tuhan menyelamatkan perahunya. Mereka terdengar berteriak-teriak ketakutan, menyerah kepada nasib, meratap mengharapkan keselamatan. Selama itu, sang darwis duduk tenang, merenung, sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap gerak-geri dan adegan yang ada di sekelilingnya.

Akhirnya, suasana kacau itu pun berhenti, laut dan langit tenang, dan para penumpang menjadi sedar kini betapa tenang darwis itu selama peristiwa ribut-ribut itu berlangsung.

Salah seorang bertanya kepadanya, "Apakah Tuan tidak menyedari bahawa pada waktu angin taufan itu tak ada yang lebih kukuh daripada selembar papan, yang boleh memisahkan kita dari maut?"

"Oh, tentu," jawab darwis itu. "Saya tahu, di laut selamanya begitu. Tetapi saya juga menyedari bahawa, kalau saya berada di darat dan merenungkannya, dalam peristiwa sehari-hari biasa, pemisah antara kita dan maut itu lebih rapuh lagi."

Nota
Kisah ini ciptaan Bayazid dari Bistam, sebuah tempat di sebelah selatan Laut Caspian. Ia adalah salah seorang di antara sufi besar zaman lampau, dan meninggal pada separuh kedua abad ke-9.


Republika.co.id
Sumber: Kisah-Kisah Sufi karya oleh Idries Shah


Comments